Targetlink.id- Meski dekat dengan Bumi, Mars masih menjadi planet yang belum terpecahkan dengan ilmu planet modern.
Namun dalam penampakan terbaru, Mars menjadi gurun tandus. Kondisi ini ternyata sudah bertahan selama 100 juta tahun terakhir. Kenapa hal ini bisa terjadi.
Data tersebut menyatakan temukan penting yakni sebuah batuan yang kaya akan mineral karbonat. Batuan ini menjadi bukti penting yang bisa menjawab ke mana hilangnya atmosfer Mars.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada dasarnya, Mars memiliki komposisi yang hampir sama dengan Bumi. Planet ini berbatu, kaya karbon dan air, dan cukup dekat dengan Matahari sehingga seharusnya hangat.
“Kini Mars hanyalah guru beku, sementara Bumi penuh dengan kehidupan,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa planet tersebut akan atau sudah memiliki iklim yang cukup hangat untuk menampung cairan.
“Untungnya, Mars menyimpan jejak bencana lingkungan itu di bebatuan permukaannya,” kata Kite.
Seiring dengan semakin canggihnya teknologi, Kite menyebut kini manusia berada di zaman keemasan sains Mars. Berbagai teknologi memungkinkan manusia menjelajahi Mars secara mendalam.
Jika ingin membuat Mars sejuk dan nyaman untuk dihuni, Kite menilai perlu ada mekanisme untuk menjaga stabilitas suhunya dari waktu ke waktu.
Karbon dioksida di atmosfer Bumi mampu membuat planet tempat tinggal kita menjadi hangat. Tetapi, suhu yang lebih hangat justru menimbulkan reaksi lain, yakni mengunci karbon dioksida di dalam batu.
Keadaan ini pada akhirnya menangkal kenaikan suhu dan membuat karbon bocor kembali ke atmosfer melalui letusan gunung berapi. Selama jutaan tahun, siklus ini menjadi penjaga suhu Bumi relatif stabil dan ramah bagi kehidupan.
Di Mars, siklus serupa tidak terjadi. Kecerahan Matahari yang meningkat sangat lambat juga menjadi faktor tambahan mengapa Mars tidak memiliki cairan.
Para ilmuwan berhipotesis bahwa seiring Matahari semakin terang, air akan mulai mengalir di Mars. Namun, sementara air menyebabkan karbon dioksida terkunci di bebatuan, Mars tidak memiliki gunung berapi.
“Berbeda dengan Bumi yang selalu memiliki beberapa gunung berapi yang meletus, Mars saat ini sedang tidak aktif secara vulkanik dan laju rata-rata pelepasan gas vulkanik di Mars lambat”ungkapnya
Kite dan timnya membangun model ekstensif yang menunjukkan bagaimana fluktuasi di Mars bisa terjadi.
Kesenjangan kelayakhunian selama 100 juta tahun akan berdampak buruk bagi kehidupan.
Teka-teki di Mars
Seperti yang disebutkan di awal, wahana penjelajah Curiousity menunjukkan ada batuan kaya karbonat di permukaan Mars. Para ilmuwan menjelaskan bahwa penemuan ini telah menjadi bagian yang hilang dari teka-teki Mars selama bertahun-tahun.
Agar layak huni dan memiliki air cair, Mars harus punya atmosfer yang lebih tebal dari gas rumah kaca seperti karbon dioksida. Namun, saat ini atmosfernya sangat sedikit. Ke mana karbonat ini menghilang?
Penjelasan paling sederhana adalah karbonat terhisap ke dalam bebatuan, seperti yang terjadi di Bumi. Perjalanan wahana Curiosity di gunung Mars bernama Gunung Sharp, akhirnya menemukan batuan karbonat.
Namun, untuk hasil yang lebih pasti, Profesor Universitas Calgary dan rekan penulis studi, Benjamin Tutolo menyatakan perlu penjelajahan langsung di Mars.
“Pengukuran kimia dan mineralogi yang mereka berikan sangat penting dalam upaya berkelanjutan kita untuk memahami bagaimana dan mengapa planet tetap layak huni, untuk mencari dunia lain yang ramah di alam semesta”paparnya.
Sumber Berita : Detik.com