Targetlink.id– Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, atau sebutan Buya Hamka. Lahir di Kampung Molek Sungai Batang Sumatra Barat pada tanggal 17 Februari 1908.
Sebagai seorang aktivis, Hamka bergaul dengan tokoh tokoh pergerakan nasional seperti HOS Cokroaminoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Dengan kedekatan itu ia semakin memperkaya wawasannya tentang Islam.
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar ialah satu karya sebuah tafsir Al-Qur’an yang ia tulis saat dalam penjara di masa pemerintahan Presiden Sukarno. Karyanya moderat dan inklusif dalam konteks keagamaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemikirannya menekankan relevansi ajaran Islam dalam kehidupan modern. Adaptasinya menjadikan seorang pemikir Islam yang begitu progresif. Ia sangat berpengaruh dalam menghimpun isu sosial politik termasuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera serta untuk persyarikatan Muhammadiyah.
Kala itu, Sumatra Barat adalah pusat dinamika sosial politik yang berkontribusi besar terhadap gerakan nasional yang kaya tradisi intelektual dan keagamaan, Pusat berkembangnya pemikiran reformasi Islam.
Sebagai sosok pelopor, Buya Hamka memiliki kekuatan moral, intelektual yang bagus demi melawan penjajahan dan memajukan masyarakat. Pemikirannya multitalenta, artinya, politisi, jurnalis, dan ulama Islam yang kompeten dan sangat terkenal.
Kala itu, ketegangan antara politik dan tekanan dari rezim pemerintahan menjadi tantangan besar bagi Buya Hamka. Ia menolak dari kebijakan otoriter Presiden Sukarno.
Dirinya memimpin majalah Pedoman Masyarakat sebagai corong menyalurkan pemikirannya dalam bentuk tulisan.
Salah satu karyanya yang ia tulis dan terkenal yaitu “Cerita Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Tasawuf Modern, Falsafah Hidup”.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ia kembali ke Padang Panjang bersama keluarganya. Memanfaatkan kemerdekaan untuk menjadi politisi Masyumi dan pendakwah.
Dalam berdakwah dakwah, ia memanfaatkan media, RRI, TVRI. Tujuannya, menyebarkan ajaran islam sebagai figur penting di Indonesia.
Dirinya juga seorang dosen di Universitas Islam Jakarta, Muhammadiyah Padang Panjang. Tahun 1957 ia dilantik sebagai Rektor Perguruan Tinggi Islam di Jakarta dan menjadi Guru Besar Universitas Moestopo.
Penghargaan yang Buya Hamka terima yakni Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar dan Universitas Kebangsaan Malaysia.
Peranannya tidak hanya seorang ulama yang peduli dengan persoalan teologis tapi seorang politisi yang memperjuangkan aspirasi umat Islam diarena nasional.
Inilah peran pentingnya Buya Hamka untuk Negara Indonesia sekaligus sebagai edukasi publik.
Penulis : Ly
Editor : Pd